Selasa, 30 Oktober 2012

Sejarah Berdirinya Kerajaan Arya Banjar Getas (ABG)


KERAJAAN BANJAR GETAS ( 1722-1841 )
1. Berdirinya Kerajaan Banjar Getas (1722)
     Perang Pejanggik berakhir setelah pertempuran besar-besaran di Sepapan (Sapapan terletak  di sebelah barat Keruak di dekat perbatasan Lombok Timur dan Lombok Tengah). Ketika perang Pejanggik, pasukan Karang Asem dan ABG sebagian besar datang dari arah Utara dan Timur ketika menuju ibukota. Begitu sampai di Pejanggik istana dimasuki dari semua jurusan, harta-benda kerajaan dijarah oleh pasukan Karang Asem, dibakar dan disapurata. Hingga kini hasil jarahan yang di ambil masih terpelihara di Puri Karang Asem; antara lain sebuah  pesedahan atau penginang yang terbuat dari emas (pesedahan/penginang bhs.Sasak : yakni kinang, tempat kapur sirih). Selain itu ada pula bende (sejenis tambur perang) dan barang-barang pusaka lainnya.
      Setelah perang berlangsung selama satu tahun lebih 1643-1644 C (1721-1722 M) Pejanggik akhirnya takluk. Arya Sudarsana (ABG) tercengang melihat kobaran api yang begitu dahsyat ketika kembali dari Sepapan ke arah Barat. Ketika sisa-sisa laskar Pejanggik banyak yang melarikan diri ke arah Purwa, Jorowaru, Tempit, Brenga, Ganti dan Bleka menyusul anak-anak dan wanita-wanita yang terlebih dahulu telah diungsikan, ABG segera melecut kudanya ke arah Pejanggik. Mencegah terjadinya pembakaran besar-besaran yang dilakukan oleh prajurit Karang Asem. Ternyata apa yang ditakutinya telah terjadi ketika sampai disana. Semula yang diharapkannya walau Pejanggik terkalahkan, istana hendaknya dibiarkan utuh. Tidak terjadi pembakaran bangunan yang penuh menyimpan kesan dan kenangan sebagian dari pahit dan manisnya hidup yang dialaminya. Tiba di ibukota, istana sudah hamper habis. Dengan rasa kecewa ABG meninggalkan Pejanggik lalu menuju ke Memelaq. Seperti telah diuraikan dibagian empat tulisan ini bahwa akhirnya ABG dengan alasan untuk mengetahui dimana keberadaan Pemban Mraja Kesuma, tanpa pengiring ia ke Tapon menjumpaik anak-istrinya. Kedua kalinya ia telah mendapat kepastin bahwa Mraja Kesuma telah meninggalkan Purwa ke Taliwang Sumbawa. Setelah cukup lama di Taliwang dan diruntuhkannya Pejanggik, ia kembali ke Purwa (Sakra) melanjutkan perjalanan. Sementara itu, ABG harus mengambil sikap agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan. Semula akan mengambil alih kekuasaan meneruskan kerajaan Pejanggik yang telah takluk namun akhirnya mempersiapkan berdirinya kerajaan baru di Memelak. Den Wayah Jabar lurah Tapon ditegasinya mengundang beberapa kerajaan kecil vazal (daerah kekuasaan) Pejanggik untuk berunding tentang kemaslahatan Negara (Pejanggi) dikepatihan Tapon pada saat itu juga 1722. Sementara pasukan Karang Asem beristirahat di Memelak tempat tinggal Wayah Petawis. Diakhir bagian lima tulisan ini telah disinggung hasil perundingan dari beberapa kerajaan yang bersepakat menetapkan ABG sebagai raja untuk melanjutkan Pejanggik mengingat Pemban Mraja Kesuma meninggalkan istana menuju ke Purwa lalu ke Jereweh-Sumbawa. Entah karena factor apa pemikiran ABG menjadi berubah lalu menetapkan untuk membangun pusat pemerintahan di Memelak. Itu sebabnya kerajaan yang dibangun ABG selain disebut kerajaan Banjar Getas juga disebut kerajaan Memelak. Kerajaan ini didirikan pada tahun 1722 dengan Arya Sudarsana sebagai raja pertama (1722-1740) dengan gelar Arya Banjar Getas I . Ada pula sumber lain yang menyebunya bergelar Arya Surenggana. Jadi, bukan didirikan tahun 1692 seperti yang ditulis H. Masnun, dalam buku H. Harun Al Rasyid Meningkatkan Kesejahteraan Merajut Perdamaian yang konon bersumber dari Manggaukang Raba (Lihat: H.Masnun dkk, 2003, p.49).Buku menyangkut kiprah seorang pejabat  (Gubernur NTB tahun 1998-2003)H.Harun Al Rasyid yang begitu bagus dalam edisi yang lux pula, mestinya tidak diisi dengan tulisan yang berisi kesalahan terutama dalam konteks bahasan  “Melacak Jejak-jejak Kerajaan di NTB”.Lebih-lebih tulisan yang menyangkut hal itu hanyalah cuplikan-cuplikan dari tulisan yang sudah ada dan belum teruji keabsahannya.Saya lihat yang bernuansa sejarah dari  tulisan H.Masnun, dkk itu hamper tak beda dengan yang terdapat dalam Sejarah Daerah NTB tulisan Lalu Wacana dkk. 1988 yang juga menjadi slah satu bacaan saya ketika membuat buku ini.Sayangnya saya tidak temukan daftar bacaan atau reverensi yang digunakan menulis “hasil lacakannya sekedar dalam buku sejarah daerah NTB”. Kesalahan yang terbanyak adalah dalam hal penulisan nama tempat. Salah ketik atau versinya demikian, kita tidak tahu persis.Sengkongoq menjadi Sengkono, Memelaq menjadi Mamela, Berora menjadi Nerora, dan masih banyak lagi.Kesalahan yang cukup mendasar adalah ulasan tentang: “Kekurangan sumber informasi tertulis ini menyebabkan simpangsiurnya pemahaman masyarakat tentang kerjaan Pejanggik. Misalanya terdapat dua nama Datu Prabu  Kusuma dan “Dewa Mas Panji” (periksa: H.Masnun, 2003 p.48).
Jika penulisnya ssecara arif merujuk sumber di Lombok maka ia akan tahu bahwa Prabu Kusuma yang dimaksudnya adalah “Pemban Mraja Kesuma” sedang “Dewa Mas Panji” adalah datu Purwa (Purwadadi Sakra), yang nama lengkapnya Dewa Mas Panji Kumala.Belum pula angka-angka tahun.
      Sementara membangun istana, ABG mengendalikan pemerintahan dari kepatihan Tapon. Dengan demikian jika ada pendapat menyatakan bahwa Tapon terletak di Labuapi Lombok Barat sebagai kepatihan Pejanggik pada awal abad XVIII jelas karena di Labuapi juga terdapat tempat yang disebut Tapon. Persamaan nama ini telah diuraikan dalam bagian lain dari tulisan ini. Dugaan yang paling masuk akal akan adanya persamaan nama ini adalah karena ABG menempatkan rakyat Tapon di kepatihan Pejanggik di Labuapiuntuk membantu Deneq Wirabangsa yang bermukim di Pagutan mengemban tugas dari raja Selaparang ( Prabu Kertabumi ) mengawasi imigran karang Asem Bali di sekitar pesisir pantai barat pulau Lombok. Lebih-lebih diketahui bahwa ABG beberapa kali datang ke Pagutan menjumpai Deneq Wiribangsa.
      Rupanya ada pertimbangan-pertimbangan mengapa Memelaq dijadikan pusat pemerintahan kerajaan yang baru didirikannya, dan Tapon sebagai tempat sementara misalnya:
1)      Memelaq merupakan pangkalan utama ABG dalam menghadapi peperangan dengan Pejanggik bahkan dalam perang berikutnya melawan selaparang,
2)      Diperlukan persiapan yang memadai  untuk membangun istana yang representative.
3)      Kepatihan Tapon sebagai tempat kekuasaan mertuanya Rangga Tapon beserta rakyatnya adalah wajar dipertahankan sebagai kepatihan kerajaan Banjar Getas.
4)      Tapon dekat dengan pejanggik sehingga mudah melakukan Kontron terhadap raja-raja kecil yang menjadi vazal Pejanggik dan telah menyatakan kesetiaannya kepada ABG.
5)      Kerajaan yang didirikannya bukan merupakan kelanjutan kerajaan Pejanggik Karena ia merasa bawha ia bukan turunan raja Pejanggik Mraja Kesuma, hingga sadar bahwa ia tidak pas jika menjadi penerus pejanggik, dan yang paling penting bahwa:
6)   Kerajaan baru yang didirikannya bukan sebagai hasil cup de taat ( merampas kekuasaan orang lain dalam hal ini yakni Pemban Mraja Ksuma ).

     Untuk memuluskan rencana diatas maka beberapa langkah awal yang dilakukannya yakni sebagai berikut.
1)      Merekrut Prajurit Pejanggik yang masih tersisa, dibawa Ketapon untuk selanjutnya digabungkan dengan pasukannya yang masih berada di Memelaq.
2)      Mengadakan kesepakatan dengan para Pating Laga kerajaan Karang Asem yakni I Gusti Bagus Alit dan I Gusti Ngurah Kaba (Taga) untuk meminta bantuan senjata dan logistic yang lebih besar dari Karang Asem sebelum melakukan penyerangan ke Selaparang.
3)                  Menunda perang sementara waktu dengan selaparang guna member kesempatan pada rakyat bertani karena selama satu setengah tahun berperang, rakyat hampir-hampir tidak ada  yang dapat mengerjakan tanah pertaniannya.
   Faktor-faktor diatas sebenarnya secara tidak jelas diucapkan Babad Selaparang pupuh 564-566.
     Benar juga; istirahat pasca perang Pejanggiq berlangsung cukup lama, selama 8 (delapan) bulan lebih para pasukan ABG dan Karang Asem baru melakukan penyerangan ke Selaparang (1723). Sesungguhnya jika saja kerajaan Selaparang bertindak arif bahwa sejak lama selaparang ingin di kuasai Bali (mulai dari masa kerajaan Gelgel), lalu kehadiran pasukan Karang Asem di Pejanggik atas undangan ABG yang pernah dikejarnya sampai Pejanggik, maka dengan kekalahan Pejanggik seharusnya Selaparang mempersiapkan diri secara lebih prima pasca perang pejanggik agar tidak mudah terkalahkan. Hanya saja karena tanggung jawab Prabu Kontala sebagai raja wali (pengganti) tidak prima maka seeperti yang telah disampaikan sebelumnya, kebanyakan tanggung jawab diserahkan pada para pembantu-pembantunya lalu ia hanya bersenang-senang saja.
                  Kembali ke berdirinya kerajaan Banjar Getas (Memelaq) memang ada versi lain yang menyatakan bahwa kerajaan ini berdiri setelah berakhirnya perang melawan Selaparang terutama persi Babad Karang Asem dengan alasan bahwa seusai perang selaparang, terjadi perjanjian tak tertulis antara Arya Sudarsana (ABG) dengan I Gusti Ketut Karang Asem (I Gusti Bagus Alit?
) tetapi ubaya (perjanjian) tersebut hanya merupakan perjanjian (tak tertulis) dalam hal pembagian wilayah kekuasaan. Informasi ini salah besar karena perjanjian pembagian wilayah antara Mataram dengan ABG yang dimaksudkan, bukan terjadinya pada saat berdirinya kerajaan Banjar Getas setelah berperang dengan Selaparang selama setahun. Perjanjian pembagian wilayah Timuk Juring dan Barat Juring dengan batas kokoq (kali) Belimbing setelah Mataram dan ABG menguasai Lombok tahun 1740.
                     Jadi bukan ubaya pendirian kerajaan Banjar Getas maupun pendirian kerajaan Karang Asem-Mataram. Ubaya tadi dilakukan di Tanak Beaq (disebelah barat sungai Babaq di selatan Narmada) dalam mana disepakati bahwa wilayah timur kokoq Babaq (sungai babaq) dikuasai oleh ABG sedang dibaratnya dikuasai oleh IGST..bagus alit dan Ngurah Kaba (Taga). Babad karang asem menulis peristiwa ini tahun 1692 M yang sebenarnya versi sumber yang ada di Lombok yakni tahun 1722 M sehingga tepat jika peperanga dengan Pejanggik dan Parwa dimulai ada isaka sepaha kawandasa tiga dan berakhir pada isaka sepaha kawandasa lima mengingat sampai tertunduknya Pejanggik, perang berlangsung selama lebih dari satu tahun. Peristiwa alotnya perang tersebut memang diakui babad karang asem. Salah satu factor penyebab jatuhnya Pejanggik yakni  lambatnya bantuan yang diberikan Selaparang yang dikirim ke Purwa padahal telah disampaikan oleh raja Purwa kalau pejanggik hampir takluk. Tidak lain penyebabnya karena raja Selaparang masih kecewa atas pembangkangan Mraja Ksuma yang tak mau menyerahan ABG.
                       Ketika bantuan selaparang sampai purwa dengan kekuatan 1.200 prajuit dipimpin langsung oleh para patih selaparang seperti Raden Dipati Ranggabaya, Raden Abdi Wirasantana dan Raden Wiranata . Purwa sedang dalam kepungan musuh. Itu sebabnya bantuan Selaparang langsung di sambut oleh pasukan karang asem dan pasukan ABG begitu tiba di Purwa. Kelambatan itu menyebabkan Purwa pundapat dikalahkan di setiap pertempuran. Melihat gelagat bahwa Purwa tak mungkin dipertahankan lagi karena terlanjur musuh telah masuk pusat pemerintahan, para patih dari Selaparang tidak mungkin akan mampu menandingi   Purwa mati-matian. Karna merasa sia-sia berperang, Dipati Ranggabaya menarik mundur pasukannya lalu kembali ke Selaparang.



2 komentar:

  1. Arya Banjar Getas menjumpai Deneq Wirabangsa ???
    Menjumpai dalam mimpi mungkin maksudnya ya?

    Deneq Wirabangsa mengemban tugas itu Tahun 1620 M Mbk.
    sementara sejarah Arya Banjar Getas yang anda tulis itu Tahun 1720 M.

    Tentang tulisa H. Masnun yang mengulas asal muasal Arya Banjar Getas dari Sengkongoq itu memang betul, ABG itu memang orang Bali Sengkongoq - Gerung Lomboq Barat. Ia memeluk Islam di hadapan Sayid Abdurrahman (Padang Reaq-Kuranji). Ia mendapat perlindungan dari murid-murid Sayid Abdurrahman di Pagutan, sebelum akhirnya menikahi anak Rangga Tapon.

    BalasHapus